Khamis, 21 Februari 2013

Do'a adalah IBADAH

 

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Turmudzi menunjukkan bahwa do’a merupakan jenis ibadah yang paling penting. Kerana shalat tidak boleh ditujukan kepada Rasul atau wali. Demikian pula do’a.
1.Orang yang mengatakan “ya Rasululloh” atau “Hai orang yang ghaib, berilah aku pertolongan dan anugerah”, berarti berdo’a kepada selain Allah, meskipun niatrnya bahawa yang memberi pertolongan itu Allah. Demikian pula orang yang berkata,”saya shalat untuk Rasul atau wali” meskipun dalam hatinya untuk Allah, shalat seperti itu tidak akan diterima, karena ucapannya berlawanan dengan hatinya. Ucapan harus sesuai dengan niat dan keyakinan. Bila tidak demikian maka perbuatannya termasuk syirik yang tidak diampuni selain dengan taubat.
 2.Apabila ia mengatakan yang diniatkan adalah Nabi atau wali itu sebagai perantara kepada Allah, seperti menghadap raja, perlu seorang perantara maka yang demikian itu merupakan menyamakan (tasybih) Allah dengan makhluk yang dhalim. Tasybih seperti itu akan membawanya kepada kekufuran. Padahal Allah telah berfirman yang menyatakan kesucian-Nya daripada penyamaan dengan makhluk-Nya baik dalam zat, maupun sifat-Nya. Firmannya : ] ليس كمثله شيء وهو السميع البصير [ “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (As-Syura : 11).
 3.Orang-orang musyrik pada zaman Nabi Shallallahu'alaihi wasallam meyakini bahwa Allah pencipta dan pemberi rezki, tetapi mereka berdo’a kepada wali-wali dan pelindung mereka (patung). Mereka beranggapan bahawa patung-patung itu menjadi perantaraan yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Ternyata Allah tidak menerima perbuatan mereka itu bahkan mengkafirkan mereka dengan firmanNya : ] وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ[ (3) سورة الزمر “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: kami tidak menyembah mereka kecuali hanya agar mereka dapat mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh Allah tidak memberikan petunjuk kepda orang-orang yang dusta dan sangat ingkar.” (Az-Zumar ; 3). Allah itu dekat dan mendengar, tidak perlu perantara. Firmannya : ] وإذا سألك عبادي فإني قريب [ “Apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang diriKu, maka sesungguhnyaAku dekat.” (Al-Baqarah : 186).
 4.ang-orang musyrik apabila berada dalam bahaya, mereka berdo’a hanya kepada Allah saja, tetapi setelah selamat dari bahaya mereka berdo’a kepada pelindung-pelindungnya berupa patung-patung, sehingga Allah menyebut mereka sebagai orang kafir. Firmannya : ] وَجَاءهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّواْ أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُاْ اللّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنِّ مِنَ الشَّاكِرِينَ[ (22) سورة يونس “Dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya dan mereka yakin bahwa mereka dalam kepungan bahaya, mereka berdo’a kepada Allah dengan ikhlas semata-mata kepadanya. Mereka berkata :sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”(Yunus : 22). Maka kenapa sejumlah orang Islam berdo’a kepada para rasul dan orang-orang shaleh (selain Allah). Mereka meminta pertolongan daripadanya, baik di waktu susah maupun gembira. Apakah mereka tidak membaca firman Allah : ]وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ} (5)وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ[ سورة الأحقاف “Siapa yang lebih sesat daripada orang yang berdo’a kepada selain Allah, yaitu kepada orang yang tidak dapat memberikan pertolongan sampai hari kiamat, sedangkan mereka sendiri lalai akan do’a mereka. Dan apabila mereka dikumpulkan pada hari kiamat, niscaya sembahan mereka akan menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan mereka.” (Al-Ahqaf : 5-6).
 5.Banyak orang yang menyangka bahawa kaum musyrikin yang disebut dalam Al-Qur’an itu adalah orang yang menyembah patung yang terbuat dari batu. Anggapan itu keliru, sebab patung-patung itu dahulunya adalah nama-nama orang shaleh. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu mengenai firman Allah dalam surat Nuh : ] وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا[ (23) سورة نوح “Dan mereka berkata : jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhanmu dan jangan pula meninggalkan WADD, SUWA, YAGHUTS, YA’UQ dan NASR. (Nuh : 23). Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama-nama tersebut adalah nama-nama orang-orang shaleh umat nabi Nuh A.S. Setelah mereka mati, setan membisikkan kepada para pengikutnya agar di tempat duduk mereka, didirikan monumen-monumen yang diberi nama dengan nama mereka. Mereka melaksanakannya namun patung-patung itu belum sampai disembah. Setelah pembuat patung-patung itu mati dan generasi berikutnya tidak lagi mengetahui asal-usulnya, patung-patung itu akhirnya disembah.
 6.Allah membantah orang-orang yang berdo’a kepada para Nabi dan wali: ]قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً (56) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا[سورة الإسراء “Katakanlah, panggillah mereka yang kamu anggap tuhan selain Allah. Mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk menolak bahaya daripadamu dan tidak pula memberi manfaat kepada kamu. Orang-orang yang mereka seru itu sendiri justeru mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat dengan Allah dan juga mengahrapkan rahmat-Nya serta takut akan Azab-Nya. Sungguh azab Tuhanmu itu sesuatu yang patut ditakuti.” (Al-isra’ : 56-57). Imam ibnu Katsir menafsirkan bahawa ayat ini diturunkan mengenai sekelompok manusia yang menyembah jin dan berdo’a kepadanya. Jin tersebut kemudian masuk Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan mengenai orang-orang yang berdo’a kepada Isa Al-Masih dan malaikat. Dari keterangan-keterangan di atas telah jelas bahwa ayat ini membantah dan mengingkari orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, meskipun kepada Nabi atau wali.
 7.Ada orang yang menyangka bahwa minta tolong (istighatsah) kepada selain Allah itu boleh dengan alasan bahwa yang memberi pertolongan sebenarnya adalah Allah, seperti istighatsah kepada Rasul dan wali-wali. Ini dikatakan boleh, seperti ada orang yang berkata : saya disembuhkan oleh ubat dan dokter. Pendapat ini salah dan dibantah oleh firman Allah yang mengisahkan do’a Nabi Ibrahim A.S : ] الذين خلقني فهو يهدين. والذين هو يطعمني ويسقين. وإذا مرضت فهو يشفين [ “ Allah lah yang menciptakan aku maka Dialah yang memberikan petunjuk kepadaku. Dialah yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit Dialah yang menyembuhkanku.” (Asy-syuaraa’ : 78-80). Ayat ini menerangkan bahwa pemberi petunjuk, rezki dan kesembuhan adalah Allah saja bukan yang lain, sedangkan ubat hanyalah sebagai asbab saja dan tidak boleh menyembuhkan. 8. Banyak orang yang tidak dapat membezakan antara istighatsah kepada orang hidup dan istighatsah kepada orang mati. Firman Allah : ] وما يستوي الأحياء ولا الأموات [ “Tidaklah sama orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Fathir : 22). ] فاستغاثه الذي من شيعته على الذين من عدوه [ “Nabi Musa diminta tolong oleh seorang dari golongannya untuk mengalahkan musuh orang itu.” (Al-Qashah : 15). Ayat ini menceritakan tentang seorang yang minta tolong kepada nabi Musa agar melindunginya dari musuhnya dan nabi Musa pun menolongnya: ] فوكزه موسى فقضى عليه [ “Dan Musa meninjunya sehingga matilah musuh itu.” (Al-Qashash : 15) Adapun orang mati tidak boleh kita meminta tolong kepadanya kerana ia tidak dapat mendengar do’a kita. Andaikata mendengar pun ia tidak akan dapat memenuhi permintaan kita kerana ia tidak dapat melakukan sesuatu pun. Firman Allah : ]إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِير[ٍ (14) سورة فاطر “Apabila kamu berdo’a kepada mereka, mereka tidak dapat mendengar do’a kamu dan seandainya mereka dapat mendengar, mereka tidak dapat memenuhi permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu.” (Fathir : 14). ] والذين يدعون من دون الله لا يخلقون شيئا وهم يخلقون. أموات غير أحياء وما يشعرون أيان يبعثون [ “dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah itu tidak dapat membuat sesuatu apapun sedang mereka sendiri dibuat oleh manusia. Mereka itu benda mati, tidak hidup dan mereka itu tidak dapat mengetahui bila akan dibangkitkan.” (An-Nahl : 20-21).
 8.Dalam hadits-hadits shahih terdapat keterangan bahawa menusia pada hari kiamat nanti mendatangi para Nabi untuk minta syafaat, sampai mereka mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam untuk meminta syafaat agar segera dibebaskan. Nabi Muhammad S.A.W. menjawab : ya, memang saya dapat memberi syafaat, kemudian beliau sujud di bawah Arsy dan memohon kepada Allah agar mereka segera dibebaskan dan dipercepatkan proses penghisabannya. Syafaat ini adalah permintaan Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam dan waktu itu beliau dalam keadaan hidup dimana beliau dapat berbicara dengan mereka lalu beliau memohonkan syafaat. Itulah yang diperbuat Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam.
9. Argumen yang paling tepat untuk membezakan antara memohon kepada orang mati dan orang hidup adalah apa yang dikatakan Umar bin Khatthab pada waktu terjadi kekeringan di mana beliau meminta kepada Al-Abbas pakcik Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam untuk mendo’akan mereka, dan Umar tidak pernah minta tolong kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam setelah beliau wafat. 
10. Ada sejumlah ulama yang menyangka bahwa tawassul itu sama dengan istighatsah, padahal perbezaan antara keduanya besar sekali. Tawassul adalah berdo’a kepada Allah melalui perantaraan seperti, wahai Allah, dengan perantaraan cintaku kepada-Mu dan cintaku kepada Rasul-Mu bebaskanlah kami. Do’a dengan cara tawassul seperti ini boleh. Istighatsah adalah berdo’a kepada selain Allah seperti, wahai Rasululluh, bebaskanlah kami. Ini tidak boleh, bahkan termasuk syirik besar berdasarkan firman Allah : ] ولا تدع من دون الله ما لا ينفعك ولا يضرك فإن فعلت فإنك إذا من الظالمين [ “Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat kepadamu, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang zalim (musyrik).” (Yunus : 106).
Wahai Saudara dan saudaraku, marialah kita merenungkan bahawa kenapa gejala membuang anak berlaku hampir setiap hari di negara kita. Semua ini kita nak salahkan siapa?
Ibu bapa? Cikgu? Ustaz atau ustazah? Tok imam?

Jawapannya kita tanya diri kita sendiri..

Kita mesti kenal Allah sebagai ROB sekalian mukhluk

DI MANA ALLAH?

Allah yang menciptakan kita, mewajibkan kita untuk mengetahui di mana Dia, sehinga kita dapat menghadap kepadaNya dengan hati, do’a dan shalat kita. Orang yang tidak tahu di mana tuhannya akan tersesat, tidak tahu kemana ia menghadap kepada sembahannya, dan tidak dapat melaksanakan ibadah (penghambaan) kepadaNya dengan sebenar-benarnya. Sifat Mahatinggi yang dimiliki Allah atas makhluknya tidak berbeda dengan sifat-sifat Allah yang lain sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits shahih, seperti : mendengar, melihat, berbicara, turun dan lain-lainnya. Aqidah para ulama salaf yang shaleh dan golongan yang selamat “Ahlussunnah wal Jamaah” telah mengimani apa yang diberitakan Allah dalam Al-qur’an dan apa yang diberitakan Rasulnya dalam hadits, tanpa ta’wil (menggeser makna yang asli ke makna yang lain). Ta’thil (meniadakan maknanya sama sekali) dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluknya). Hal ini berdasarkan firman Allah : ] ليس كمثله شيء وهو السميع البصير [ “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura : 11). Sifat-sifat Allah ini, antara lain Mahatinggi dan bahwa Dia berada di atas makhluk, adalah sesuai dengan keagungan Allah. Oleh karena itu iman kepada sifat-sifat Allah tersebut wajib, sebagaimana juga iman kepada dzat Allah, Imam Malik ketika ditanya tentang firman Allah : ] الرحمن على العرش استوى [ “Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsy.” (Taha : 5). Beliau menjawab : Istiwa itu sudah dimaklumi artinya (Yaitu : bersemayam atau berada di atas). Tetapi bagaiamana hal itu tidak dapat diketahui. Kita hanya wajib mengimaninya dan mempertanyakannya adalah bid’ah.” Perhatikanah jawaban Imam Malik tadi yang menetapkan bahwa iman kepada “istiwa” itu wajib diketahui oleh setiap muslim, yang berarti : bersemayam atau berada di atas.tetapi bagaimana hal itu, hanya Allah saja yang mengetahi. Orang yang mengingkari sifat Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan hadits –antara lain sifat Mahatinggi Allah mutlak dan Allah di atas langit- maka orang itu berarti telah mengingkari ayat Al-Qur’an dan hadits yang menetapkan adanya sifat-sifat tersebut. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat-sifat kesempurnaan., keluhuran dan keagungan yang tidak boleh diingkari oleh siapapun. Usaha orang-orang yang datang belakangan untuk mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan sifat-sifat Alah, karena terpengaruh oleh filsafat yang merusak aqidah Islam, menyebabkan mereka menghilangkan sifat-sifat Allah yang sempurna dari dzatNya. Mereka menyimpang dari metode ulama salaf yang lebih selamat, lebih ilmiah dan lebih kuat argumentasinya. Alangkah indahnya pendapat yang mengatakan : Segala kebaikan itu terdapat Dalam mengikuti jejak ulama salaf Dan segala keburukan itu terdapat Dalam bid’ah yang datang kemudian. KESIMPULAN : Beriman kepada seluruh sifat-sifat Allah yang telah diterangkan Al-Qur’an dan hadits adalah wajib. Tidak boleh membeda-bedakan antara sifat yang satu dengan sifat yang lain, sehingga hanya mau beriman kepada sifat yang satu dan ingkar kepada sifat yang lain. Orang yang percaya bahwa Allah itu Maha mendengar dan Maha Melihat, dan percaya bahwa Allah itu Maha tinggi di atas langit sesuai dengan keagungan Allah dan tidak sama dengan tingginya makhluk, karena sifat MahatinggiNya itu adalah sifat yang sempurna bagi Allah. Hal itu sudah ditetapkan sendiri oleh Allah dalam kitabnya dan sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam Fitrah dan cara berfikir yang sehat juga mendukung kenyataan tersebut. ALLAH DI ATAS ARASY Al-Qur’an, hadits shaheh, naluri dan cara berfikir yang sehat telah mendukung kenyataan bahwa Allah berada di atas arasy. 1. Firman Allah : ] الرحمن على العرش استوى [ “Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arasy.” (Thaha : 5) Pengertian ini sebagaimana diriwayatikan bukhari dari beberapa tabi’in. 2. Firman Allah : ]أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ [ (16) سورة الملك “Apakah kamu merasa aman trehadap Yang di langit? Bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu…? (Al-Mulk : 16). 3. Firman Allah : ] يخافون ربهم من فوقهم [ “Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berada di atas mereka…” (An-Nahal : 50). 4. Firman Allah tentang Nabi Isa 'Alaihis salam : ] بل رفعه الله [ “Tetapi Allah mengangkatnya …” (An-Nisa’ : 158) Maksudnya Allah menaikkan Nabi Isa ke langit.” 5. Firman Allah : ] وهو الله في السموات [ “Dan Dialah Allah (Yang disembah) di langit …” (Al-An’am : 3) Ibnu Katsir mengomentari ayat ini sebagai berikut : para ahli tafsir sependapat bahwa kita tidak akan berkata seperti ucapan kaum jahmiyah (golongan yang sesat) yang mengatakan bahwa Allah itu berada di setiap tempat. Maha suci Allah dari ucapan mereka.” Adapun firman Allah : ] وهو معكم أينما كنتم [ “Dan Allah selalu bersamamu di mana kamu berada …” (Al-Hadid : 4). Maksudnya bahwa dia bersama kita : mengetahui, mendengar dan melihat kita di manapun kita berada. Apa yang disebutkan sebelum dan sesudah ayat ini menjelaskan hal tersebut, seperti keterangan dalam tafsir Ibnu Katsir. 6. Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam mi’raj ke langit ketujuh dan difirmankan kepadanya oleh Allah serta diwajibkan untuk melakukan shalat lima waktu. (riwayat Bukhari dan Muslim). 7. sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam : “Kenapa kamu tidak mempercayaiku, padahal aku dipercaya oleh Allah yang berada di langit.? (riwayat Turmudzi). 8. Sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam : “Sayangilah orang-orang yang ada di bumi maka yang di langit (Allah) akan menyayangimu.” (Riwayat Turmudzi). 9. Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam pernah menanyai seorang budak wanita : “Di mana Allah?” jawabnya : “Di langit”,” Rasululloh bertanya lagi : “siapa saya?” dijawab lagi : “Kamu Rasul Allah.” Lalu Rasululloh bersabda : “Merdekakanlah dia karena dia seorang mu’minah.” (Riwayat Muslim). 10. Sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam : “Arsy itu berada di atas air, dan Allah berada di atas Arsy, Allah mengetahui keadaan kamu.” (Hadits hasan riwayat Abu Daud). 11. Abu Bakar shiddiq berkata : “Barangsiapa menyembah Allah, maka Allah berada di langit, Ia Maha hidup dan tidak mati.” (Riwayat Imam Darimi dalam al radd alal jahmiyah). 12. Abdullah bin Mubarak pernah ditanya : “Bagaimana kita mengetahui Tuhan kita?” Maka beliau menjawab : “Tuhan kita berada di atas langit, di atas Arsy, berbeda dengan makhluknya. “Maksudnya : dzat Allah berada di atas Arsy, berbeda dan berpisah dengan makhluknya, dan keadaanya di atas Arsy tersebut tidak sama dengan mahkluk. 13. Para imam empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal) telah sepakat bahwa Allah berada di atas Arsy, tidak ada seorangpun dari makhluk yang serupa denganNya. 14. Orang yang sedang shalat selalu mengucapkan : “Subhana Rabbial A’laa (Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi). Ketika berdo’a, ia juga mengangkat tangannya dan menadahkan ke langit. 15. Anak kecil ketika anda tanya di mana Allah, dia akan segera menjawab berdasarkan naluri mereka bahwa Allah berada di langit. 16. Cara berfikir yang sehat juga mendukung kenyataan bahwa Allah di langit. Seandainya Allah ada di semua tempat, niscaya Rasululloh pernah menerangkan dan mengajarkan kepada para sahabatnya. Kalau Allah berada di segala tempat, berarti Allah juga berada di tempat-tempat najis dan kotor. Maha suci Allah dari anggapan yang demikian itu. 17. Pendapat yang mengatakah bahwa Allah berada di segala tempat, berarti bahwa Dzat Allah itu banyak, karena banyaknya tempat. Akan tetapi karena Dzat Allah itu satu, dan mustahil banyak, maka pendapat yang mengatakan bahwa Allah berada di segala tempat adalah batil. Maka tentulah Allah itu di langit, di atas Arsy-Nya, dan dia bersama kita : mengetahui, mendengar dan melihat kita di manapun kita berada.